Saya suka mampir di sebuah rumah makan di Jalan Dewi Sita, Ubud. Letaknya lebih tinggi dari permukaan jalan. Di situ saya sering memesan nasi soto atau es teh sambil menikmati sepiring pisang goreng. Sambil menunggu makanan yang saya pesan, saya menyalakan kamera dan mulai memotret berbagai hal yang menarik di sekeliling saya. Masih dalam satu bangunan dengan rumah makan tersebut ada sebuah gerai kecil yang menjual pakaian dan tas batik. Jenis pakaian yang digantung adalah pakaian tidur.
Tas batik yang dipajang nampaknya dijahit dari potongan-potongan kain batik yang kemungkinan adalah sisa dari penjahitan pakaian. Memang orang Bali sangat terampil dalam mengolah apa saja yang ada di sekitar mereka untuk menjadi benda seni atau produk-produk lain yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ada beberapa wisatawan yang melihat kain tersebut.
Sejak dinyatakan sebagai warisan budaya (cultural heritage) bangsa Indonesia oleh UNESCO, kain batik semakin dipromosikan sebagai produk tekstil yang berkualitas tinggi. Proses daur ulang kain batik sisa guntingan dari penjahitan pakaian merupakan ide yang sangat cemerlang. Semoga hal ini diterapkan pula dalam berbagai industri yang lain agar jumlah limbah atau produk sisa olahan bisa dimanfaatkan lagi.
Industri pertekstilan Indonesia harus pintar-pintar berinovasi agar tidak tenggelam dalam menghadapi produk-produk negara lain yang membanjiri pasar nusantara. Pemanfaatan potongan kain batik menjadi tas yang menarik seperti yang nampak pada foto di atas merupakan strategi jitu dalam menangkap peluang pasar yang ada di dunia pariwisata.
Tak lama kemudian, sepiring pisang goreng dan segelas es teh dihidangkan di hadapan saya. Untuk sementara saya mengalihkan perhatian ke snack sore yang lezat ini sambil sekali-sekali mengagumi keindahan pakaian dan tas batik karya tangan-tangan orang Bali yang bercita rasa seni yang tinggi tersebut. Leo Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com
wuih seru nih bisa jalan ke sini
ReplyDelete