Pelabuhan Sorong adalah pintu masuk utama bagi kapal-kapal yang berlayar ke Papua Barat. Kali ini, KM Labobar yang saya tumpangi akan meninggalkan Papua. Sorong adalah pelabuhan terakhir yang disinggahinya sebelum meneruskan perjalanan melewati kepulauan Maluku, Sulawesi dan akhirnya sandar di Tanjung Perak Surabaya. Bagi wisatawan asing, Sorong adalah kota yang dituju sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke Kepulauan Raja Ampat menggunakan kapal-kapal Phinisi yang akan mengantar mereka untuk menyelam di sana. Saya sudah sering berkunjung ke Sorong. Namun demikian, pengalaman saya di kota ini selalu menarik dan berbeda. Kota Sorong mengalami perkembangan yang cepat sekali sejalan dengan banyaknya kaum pendatang dari daerah-daerah lain di Indonesia yang menetap di tempat ini. Sayang sekali karena ledakan jumlah penduduk yang tinggi tersebut, penataan pemukiman atau tata kotanya menjadi sangat semrawut.
Tak jauh dari Pelabuhan Sorong, ada sebuah pulau kecil yang bernama Pulau Dom. Pulau ini cukup padat penduduknya. Dulu Pemerintah Kolonial Belanda membangun kantor-kantor pemerintahan di pulau tersebut. Saya teringat ketika masih kecil pernah berenang di bagian selatan Pulau Dom bersama dengan teman saya yang bernama Dodi The.
Kapal Motor Labobar yang saya tumpangi ternyata merapat di Pelabuhan Sorong ketika hari sudah malam. Sayang sekali, saya tidak bisa mengambil banyak foto tentang Sorong dalam kondisi gelap. Yang jelas, banyak sekali buruh-buruh bagasi mengenakan kaos merah yang berbondong-bondong naik ke kapal. Sebagian lantai dermaga dikuasai kotak-kotak besi yang berwarna hijau. Kotak ini adalah kontainer yang dipakai oleh perusahaan pengapalan untuk mengirim berbagai macam barang dengan kapal.
Nampak dari geladak utama, banyak orang yang ikut naik ke kapal. Dalam kondisi seperti ini para penumpang perlu waspada karena bisa saja ada barang bawaan mereka yang bisa tertukar atau sengaja diambil oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
KM Labobar hanya sebentar saja merapat di Pelabuhan Sorong, mungkin sekitar dua jam. Setelah itu kapal berangkat lagi. Jam makan pun tiba dan saya segera menuju ruang makan. Di dekat tangga, saya melihat penjaja makanan sedang sibuk melayani para penumpang yang datang untuk membeli dagangannya. Di dinding, nampak lukisan berukuran besar yang indah sekali. Banyak sekali masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada kapal-kapal PELNI. Oleh karena itu, sangatlah beralasan jika PELNI yang menjadi harapan dan kebanggaan masyarakat Indonesia perlu kita jaga bersama. oleh Charles Roring
No comments:
Post a Comment