Saturday, March 23, 2013

Museum Puri Lukisan

Saya suka melukis. Oleh karena itu, saya selalu menyempatkan diri mengunjungi galeri seni atau museum di Ubud. Salah satu yang saya masuki adalah Museum Puri Lukisan yang terletak tidak jauh dari Pasar Ubud. Banyak sekali lukisan dan ukiran yang dipajang di sana. Rudolph Bonnet (seniman Eropa yang lama tinggal di Ubud) dan Raja Ubud Tjokorda Gde Agung Sukawati adalah pendiri museum tersebut.
Saya menghabiskan waktu seharian penuh berada di museum tersebut. Sayang sekali, para pengunjung tidak diperbolehkan untuk memotret berbagai karya seni yang ada di sana. Oleh karena itu, saya hanya bisa memotret taman dan gedung Museum Puri Lukisan tersebut.
Cuaca kurang bersahabat ketika saya berada di museum karena tidak lama kemudian turun hujan lebat. Saya tidak bisa berbuat apa-apa selain dari pada hanya menunggu saja di dalam gedung. Tapi hal tersebut ternyata membuat saya bisa menikmati lukisan-lukisan Bali di tempat tersebut dengan lebih serius karena jumlah pengunjung tidak banyak. Sehabis berkeliling museum itu, saya melanjutkan perjalanan ke Starbucks Coffee untuk menikmati secangkir kopi hangat dan sepotong roti kismis. oleh Leo Roring/ Email: peace4wp@gmail.com

Wednesday, March 20, 2013

Naik Sepeda Keliling Ubud

Selama berada di Ubud, saya memilih mengendarai sepeda untuk melihat-lihat berbagai tempat yang unik dan menarik. Sengaja saya memilih sepeda dan bukannya mobil atau sepeda motor karena saya ingin mempertahankan kesehatan tubuh agar tetap dalam kondisi prima. Dengan naik sepeda, saya bisa pergi ke restoran untuk membeli makanan yang akan saya bawa ke rumah kontrakan, atau keliling daerah persawahan yang bisa dilihat di sepanjang Jalan Suweta. Kondisi tanah di Ubud yang  bergunung-gunung hanya cocok dijelajahi dengan sepeda gunung. Kalau kelilingnya pakai sepeda biasa, si pengendara akan mengalami kesulitan bila menghadapi jalan yang menanjak. 
Suatu hari saya mengayuh sepeda ke arah barat dari Jalan Raya Ubud kemudian berbelok ke selatan. Saya melewati sederetan galeri lukisan yang memajang kopian karya-karya lukisan dari beberapa seniman besar. Salah satunya adalah milik pastelis dari masa sebelum Perang Dunia II yakni Willem Gerard Hofker. Saya agak sedih melihat hal ini, namun kemungkinan besar itu terjadi karena karya-karya Hofker tersebut tidak tersedia dalam bentuk cetakan. 
Terus saja saya mengayuh sepeda ke arah selatan dan melihat hamparan sawah yang menghijau. Karena pemandangannya bagus maka saya pun berhenti sejenak untuk mengambil beberapa buah gambar dengan menggunakan kamera Nikon Coolpix yang saya bawa kemana-mana. 
Saya juga berhasil memotret burung-burung bangau di sekitar areal persawahan itu. Masyarakat Bali yang sebagian besar beragama Hindu memiliki pura di berbagai tepat. Tempat-tempat peribadatan itu memiliki desain arsitektur dan seni yang unik dan bagus.
Sungguh senang rasanya bisa berolah-raga dan menikmati pemandangan alam Bali yang indah dan permai. Oh ya, hampir lupa, biaya sewa sepeda di Ubud berkisar antara Rp. 50.000 hingga Rp. 100,000 per hari tergantung pada kualitas sepeda. Rata-rata sepeda yang ditawarkan merupakan sepeda gunung karena cocok dengan wilayah Ubud yang bergunung-gunung. oleh Leo Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Sunday, March 17, 2013

Makan Siang di Ubud

Setelah melihat pemandangan areal persawahan dan kampung-kampung di sekitar Ubud, akhirnya saya merasa lapar. Siang itu tempat yang dituju adalah sebuah warung di wilayah Kadewatan. Banyak mobil yang parkir di pinggir jalan. Ketika berada di dalam kompleks warung yang luas tersebut, ternyata suasana di dalam ramai sekali. Ada wisatawan lokal maupun manca negara yang sedang menikmati makan siang mereka. Hidangan yang tersedia kebanyakan merupakan makanan tradisional Bali. Di sebelah kiri warung itu ada pura keluarga. Karena menu yang terpopuler di tempat itu adalah Nasi Ayam Kadewatan maka saya ikut memesannya ditambah segelas es teh manis. Meskipun sambalnya terasa pedas di lidah, rasa nasi ayam khas Kadewatan ini lezat sekali. Kapan-kapan kalau saya kembali ke Ubud, saya ingin singgah di warung itu lagi. oleh Leo Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Burung Buntut Kuning di Bali

Kamera Nikon Coolpix P500 yang saya bawa kemana-mana saat berkunjung di Bali ternyata banyak manfaatnya. Saya suka sekali menggunakannya untuk memotret burung, pegunungan, persawahan, suasana pasar, dan apa saja yang menarik dan bisa dijadikan bahan penulisan di blog. Keesokan harinya, ketika mengunjungi sebuah hotel di Bali, saya berkesempatan melihat seekor burung sedang bertengger di ranting sebuah pohon yang tinggi. Saya kemudian mengeluarkan kamera digital tersebut dan segera mengarahkan lensanya ke burung itu. Perlahan-lahan saya tarik handle optikal zoom yang melingkari shutter button. Gambar burung itu mulai membesar di layar. Ketika posisinya sudah pas dan perbandingannya di view finder sudah tepat, saya kemudian menekan tombol shutter setengah jalan untuk memfokuskan kamera ke arah burung itu. Bunyi klik pun terdengar dan bulatan hijau berkedip di layar. Ini tandanya penyetelan auto focus sudah benar. Saya selanjutnya menekan tombol shutter sepenuhnya. Setelah itu saya ulang lagi memotret burung itu dua kali untuk memastikan bahwa saya bisa memilih salah satu darinya yang terbaik untuk ditampilkan di internet.
Untuk memperoleh gambar yang jernih, saya sering menggunakan self-timer 2 detik. Fitur ini sangat bermanfaat untuk pengambilan subyek jarak jauh, seperti burung yang bertengger di pohon atau seseorang yang sedang berselancar air di pantai. Saat tombol shutter ditekan, kamera tidak akan langsung melakukan pemotretan karena getaran dari tekanan jari telunjuk masih ada. Dua detik kemudian, ketika getaran itu sudah hilang atau berkurang, kamera akan melakukan pemotretan dengan sendirinya. Cara lain untuk mengurangi efek getar adalah dengan menggunakan view finder. Kamera akan lebih stabil ketika kita menyandarkannya ke dahi dan melihat subyek yang akan dipotret menggunakan jendela viewfinder yang berukuran kecil.
Ketika saya sedang menulis post ini, saya mencoba untuk melakukan pengidentifikasian burung tersebut menggunakan buku A Photographic Guide to the Birds of Indonesia. Ternyata saya tidak menemukannya. Setelah melakukan pencarian selama kurang lebih satu jam di internet, akhirnya saya bisa memperoleh nama burung itu. Dalam bahasa Inggris, namanya adalah Yellow Vented Bulbul sedangkan dalam bahasa Latin disebut Pycnonotus goiavier. Nama Balinya saya kurang tahu. Oleh karena itu saya namai saja Burung Buntut Kuning karena bagian pantatnya memang berwana kuning. Menurut Wikipedia, burung ini tersebar di kawasan Asia Tenggara termasuk Thailand, Kamboja, Filipina dan Indonesia. Senang sekali rasanya bisa melakukan kegiatan pengamatan burung di Bali. oleh Leo Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Makan Malam di Jimbaran Bali

Jimbaran adalah nama sebuah pantai atau desa nelayan di Bali yang terkenal sebagai tempat makan. Waktu yang tepat untuk ke sana adalah di malam hari. Meja dan kursi untuk para pengunjung ditata di sepanjang pantai berpasir putih. Dari kejauhan bangunan-bangunan yang ada di sepanjang pantai gemerlap bagai permata. Sesekali ada pesawat  yang terbang maupun hendak mendarat. Hal ini bisa diketahui dari suara dan lampunya yang kelap-kelip di udara. Bandara Ngurah Rai hanya beberapa kilometer di sebelah utaranya. Suasana pantai di Jimbaran sungguh romantis sehingga mampu menarik wisatawan untuk datang ke sana. Saya tiba di sana ketika hujan baru saja berhenti sehingga meja dan kursi masih basah.
Kebanyakan menu yang ditawarkan oleh restoran-restoran yang ada di Jimbaran adalah seafood. Namun demikian, para pengunjung bisa juga memesan menu yang lain sesuai selera mereka masing-masing, dan sepanjang jenis makanan yang diminta ada di dalam daftar menu. Gairah makan saya langsung naik ketika sepiring ikan bakar dihidangkan di meja.  oleh Leo Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Thursday, March 14, 2013

Promosi Air Asia di jalanan Bali

Suasana laut dan kota-kota pantai yang saya lihat sepanjang perjalanan dari Papua ke Pulau Jawa tiba-tiba saja berubah ketika saya menginjakkan kaki di Ubud, sebuah kota seni di sebelah utara Denpasar - Bali. Kini pemandangan yang saya lihat adalah hamparan sawah menghijau di kanan-kiri jalan, lukisan dan ukiran yang dipajang di sepanjang toko-toko dan beragam patung dari batu yang menghiasi pura-pura keluarga dan pintu gerbang di setiap rumah masyarakat Bali. Memang wajar sekali kalau Ubud yang penuh dengan karya seni di hampir semua tempat publik merupakan destinasi wisata penting di Pulau Dewata ini setelah Kuta. Tiba di guesthouse, saya langsung tidur. Menjelang sore, saya meninggalkan guesthousedan mulai melakukan sedikit "orientasi lapangan" ke Jalan Raya Ubud.
Suasana kota wisata ini nampak kental di Jalan Raya Ubud. Ada money changer, restoran, toko pakaian, supermarket dan galeri seni. Jalan yang cukup ramai dilalui kendaraan akan menjadi macet bila didatangi oleh bus-bus wisata yang berukuran besar. Ada satu hal menarik yang menangkap perhatian saya. Ada beberapa buah sepeda yang dikemudikan oleh beberapa orang anak muda berseragam kaos merah. Di belakang sepeda-sepeda tersebut, ada kereta kecil yang juga berwarna merah dengan pesan "We Give You the World. Fly through from Bali - Tokyo, China, Taipei, Osaka Korea.  Word's Best Low Cost Airline | Air Asia.
Melihat nama Air Asia di kaos merah dan topi sang pengemudi sepeda dan papan promosi perusahaan penerbangan murah tersebut, saya cukup kagum dibuatnya. Ternyata Air Asia menerapkan cara yang pintar dan ramah lingkungan dalam menarik perhatian para wisatawan yang ada di Ubud. Pasti hal yang sama dilakukan pula oleh Maskapai Penerbangan tersebut di kawasan wisata lainnya seperti Kuta, Legian, Sanur atau Nusa Dua. Selain efektif sekali dalam mempromosikan produknya, Air Asia secara tidak langsung telah mengajak orang untuk naik sepeda kalau hendak bepergian. Bersepeda setiap hari adalah gaya hidup yang menyehatkan. oleh Leo Roring

Tuesday, March 12, 2013

Bali

Saya kemudian melanjutkan perjalanan ke Bali dengan naik bis setelah berbelanja beberapa barang elektronik di Hi Tech Mall Surabaya. Bis berangkat di sore hari dan tiba di Terminal Ubung pada pagi hari. Dari situ, saya melanjutkan perjalanan ke Ubud. Banyak sekali wisatawan asing yang sedang berlibur di Ubud.
Sebuah kunjungan singkat di Monkey Forest di siang hari cukup saya nikmati. Ada banyak monyet di sana. Bila ingin ke sana pastikan bahwa Anda tidak membawa makanan. Bila itu yang Anda lakukan maka kemungkinan besar monyet-monyet itu akan mengambilnya dari tangan Anda. Jangan sampai Anda terluka karena kuku mereka sangat tajam dan mungkin gigitan mereka mengandung kuman rabies. Jadi berhati-hatilah kalau ke sana.
Selama beberapa bulan ke depan, saya akan berada di Bali. Banyak hal yang akan saya lakukan dan banyak tempat yang akan saya kunjungi. Tentu banyak pula cerita yang akan saya bagikan di blog ini. oleh Leo Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Sunday, March 10, 2013

Hi-Tech Mall Surabaya

Hutan beton yang dikepung oleh papan-papan reklame - seperti itulah kesan pribadi saya mengenai kota Surabaya. Sebagai kota perdagangan dan ibukota Provinsi Jawa Timur, Surabaya terkenal sebagai surga bagi para pelancong yang suka berbelanja.
Cocok untuk siapa saja yang ingin berbelanja komputer dan barang elektronik
Untuk siapa saja yang hobi mengoleksi gadget canggih, Hi-Tech Mall adalah tempat yang saya rekomendasikan. Saya juga sempat ke sana beberapa kali untuk membeli memori eksternal yang sangat saya perlukan buat menyimpan foto. Selama perjalanan dari Papua ke Jawa dan selanjutnya ke Bali, saya mengambil ratusan foto yang akan saya pakai dalam menulis artikel perjalanan buat blog ini maupun website saya yang lain. Jika foto itu ditambah dengan foto yang saya ambil sewaktu mengantar wisatawan di Papua maka jumlahnya bisa mencapai ribuan file. Di Hi-Tech Mall tersebut, saya membeli 1 buah external hard drive merek Probox. Saya juga membeli satu buah tripod untuk kamera digital. Berbagai peralatan elektronik dijual di Hi-Tech Mall mulai dari televisi, laptop, iPad, kamera digital, hingga GPS. Software asli maupun bajakan tersedia pula di sana. Ngomong-ngomong tentang software, saya sendiri sempat membeli beberapa buah yang ada hubungannya dengan pekerjaan modeling dalam 3 dimensi. Sebenarnya saya lebih suka membeli yang asli namun karena harganya yang sangat mahal dan tidak ada vendor lokal maka terpaksa saya membeli software tersebut yang harganya kurang dari Rp. 50.000.  
Dipadati oleh mahasiswa dan profesional muda
Berjalan sepanjang toko-toko elektronik di dalam Hi-Tech Mall Surabaya, saya melihat banyak sekali pelajar, mahasiswa dan profesional muda yang berinteraksi dengan penjaga toko. Kebanyakan dari mereka membeli laptop dan tablet. Nampaknya trend penjualan tablet lagi naik. Banyak sekali perusahaan yang mencoba menjualnya kepada para pembeli lewat berbagai kampanye promosi mereka. Karena harga Apple iPad tergolong mahal buat konsumen di Indonesia, Samsung Galaxi, dan produk sejenis buatan China yang lebih murah menjadi pilihan para pengunjung mall.
Ada sebuah iklan yang cukup menarik perhatian saya sewaktu berada di sana. Di tangga lantai 1, Telkom Indonesia sedang mempromosikan produk andalan mereka yakni Flexi Mobile Broadband dengan koneksi data hingga mencapai 5 Mbps. Ini adalah sebuah perkembangan yang cukup menarik buat saya. Semoga produk telkom yang satu ini tersedia pula di Papua.
Pakaian juga ada
Tidak hanya komputer dan gadget canggih yang bisa Anda temukan di sana. Pakaian dengan harga yang terjangkau juga bisa didapatkan di Ramayana. Harga yang ditawarkan relatif terjangkau.
Sehabis berbelanja, saya langsung menuju tempat penjualan tiket bis travel yang akan mengantar saya ke Pulau Dewata. oleh Leo Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Patung Karapan Sapi dan Papan Reklame

Saya tiba di Surabaya ketika hari sudah malam. Dijemput oleh saudara sepupu, saya dibawa ke hotel Bali tempat di mana saya akan menginap selama satu malam sebelum melanjutkan lagi perjalanan ke Bali dengan naik bis. Hotel ini terletak di pinggir Kali Mas dan tarif per malamnya tergolong murah sekali. Tubuh saya terasa lelah sehingga saya langsung mandi dan setelah itu berbaring saja di tempat tidur. Pagi harinya, saya berkunjung ke Toko Buku Togamas di Jalan Diponegoro. Ketika lewat di Jalan Jendral Basuki Rachmad, saya melihat Patung Karapan Sapi - sebuah karya seni yang luar biasa indahnya. Patung ini mengangkat atraksi budaya masyarakat Madura ke ruang publik untuk dinikmati dan diappresiasi oleh semua orang.
Sayang sekali, bagian belakang patung itu dihiasi beberapa reklame besar seperti iklan Sony Internet TV, Shampo Sunsilk dan Kopi Kapal Api. Saya tidak menolak adanya pemasangan iklan di tempat publik tetapi estetika sebuah atraksi wisata dan budaya yang ditunjukkan oleh Patung Karapan Sapi menjadi hilang dengan adanya papan-papan iklan berukuran besar tersebut. Papan iklan sebaiknya ditaruh di tempat lain saja. Sebenarnya Pemkot Surabaya perlu membersihkan kawasan sekitar patung tersebut dari papan reklame guna mempertegas vocal point dari karya seni ini. Jika itu terjadi, saya yakin akan ada banyak wisatawan yang ingin mampir untuk memotretnya sehingga secara tidak langsung mempopulerkan atraksi karapan sapi ke seluruh dunia. Semoga ada pejabat di tingkat Pemkot Surabaya atau Pemda Jatim yang membaca keprihatinan saya ini. Leo Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Friday, March 8, 2013

Tiba di Selat Madura

Selat Madura adalah perairan yang membagi Pulau Jawa dan Pulau Madura. Setelah satu hari penuh berlayar dari Makassar, tibalah kami di selat itu. Hari sudah sore ketika KM Labobar mengurangi kecepatannya saat mendekati pelabuhan Tanjung Perak. Ada banyak sekali kapal yang berlabuh dan lalu lalang di Selat Madura. Sepanjang mata memandang, saya bisa melihat berbagai jenis kapal dalam bermacam-macam ukuran. Kebanyakan di antaranya adalah kapal barang.
Saya cukup mengetahui jenis dan fungsi kapal yang ada di perairan Selat Madura karena latar belakang pendidikan saya adalah Naval Architecture, sebuah cabang ilmu pengetahuan yang mendalami arsitektur perkapalan.
Dari kejauhan saya melihat tongkang-tongkang yang dipenuhi kayu gelondongan. Mungkin kayu itu didatangkan dari Kalimantan. Sedih rasanya melihat pemandangan tersebut tapi saya tidak bisa berbuat banyak. Mungkin kayu itu akan digunakan oleh pabrik kertas atau perabotan rumah tangga.
Saya juga harus berpikir realistis bahwa masyarakat modern memiliki kebutuhan kertas yang tinggi. Karena bahan baku untuk membuat kertas adalah serat kayu maka kebutuhan terhadap kayu cenderung meningkat.
Sebenarnya dengan berkembangnya teknologi informasi, penggunaan kertas dapat dikurangi secara signifikan. Surat-menyurat saat ini dapat dilakukan dengan teknologi e-mail sedangkan buku-buku bisa diterbitkan dalam format e-book. Semoga di masa mendatang masyarakat modern bisa mengurangi penggunaan kayu dalam jumlah besar supaya hutan hujan tropis yang kita miliki di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua tetap lestari selamanya. oleh Leo Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Thursday, March 7, 2013

Pedagang-pedagang di Kapal PELNI

Ada banyak hal menarik yang saya lihat selama berlayar dari Manokwari ke Surabaya. Di lautan biru berbagai jenis kapal melayari kepulauan nusantara yang indah dan permai. Sedangkan di setiap pelabuhan yang saya singgahi ada hal-hal unik yang saya jumpai. Begitu pula dengan di dalam kapal KM Labobar, ada ribuan orang yang ikut berlayar. Oleh karena itu, kapal ini lebih dari sekedar alat transportasi. Saya suka menyebutnya sebagai sebuah kota kecil. Para penumpang dan Anak Buah Kapal (ABK) memanfaatkan kesempatan berlayar untuk mencari uang. ABK pada umumnya menyewakan kamar yang mereka miliki. Petugas di dapur menjual makanan, sedangkan para penumpang menjual berbagai jenis barang dagangan mulai dari rokok, hingga boneka. 
Para ABK seharusnya berkonsentrasi pada pekerjaannya mereka mengoperasikan kapal dan melayani penumpang. Tapi ABK yang berdagang merupakan pemandangan yang umum kita lihat di semua kapal yang berlayar di Indonesia. Mereka berdagang untuk memperoleh tambahan penghasilan bagi keluarganya. 
Karena penumpang dan ABK ramai berjualan, lorong maupun dinding yang kosong sering digunakan sebagai tempat pajangan barang dagangan mereka. Tentu saja hal ini menimbulkan kesan yang kurang indah dipandang mata. Di samping itu, sampah yang ditimbulkan dari aktivitas jual-beli berserakan di mana-mana. Secara pribadi, saya bisa memaklumi kegiatan jual-beli itu karena gaji yang diterima oleh ABK dari PT PELNI tergolong kecil. Sebagian besar penumpang yang berjualan di atas kapal Labobar membeli tiket kelas Ekonomi. Jelas sekali bahwa mereka berasal dari kalangan ekonomi lemah. Tapi kegiatan dagang ini perlu ditertibkan oleh PELNI agar kapal yang dibeli oleh negara dengan harga mahal dari Jerman tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Hal yang selalu saya soroti adalah kebersihan kapal. Tanggung jawab menjaga kebersihan ada pada penumpang dan ABK. Sehingga para pengguna jasa PT PELNI dan ABK tidak boleh membuang sampah sembarangan. Saya sarankan agar, PELNI menggunakan teknik "canggih" yang umum diterapkan di pesawat tempur. Pengumuman atau peringatan otomatis yang dikeluarkan oleh komputer di pesawat tempur umumnya menggunakan suara perempuan. Bila memungkinkan PELNI menggunakan pula suara perempuan saat mengeluarkan pengumuman kepada para penumpang dan ABK agar membuang sampah pada tempatnya. Bila perlu, poster perempuan cantik ditempel di dinding kapal yang meminta semua orang supaya menjaga kebersihan kapal. Niscaya setiap orang yang melihat poster itu dan membacanya akan menaatinya. oleh Leo Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Kapal Tunda Si Kecil yang Perkasa

Masih berkaitan dengan posting saya tentang Pelabuhan Makassar, saya ingin bercerita sedikit tentang tug boat atau kapal tunda. Kapal ini banyak ditemukan di pelabuhan-pelabuhan besar di seluruh dunia. Ukurannya kecil dan di sekelilingnya dipasangi karet atau ban-ban bekas sebagai peredam benturan ketika kapal tunda mendorong kapal lain yang lebih besar. Kapal tunda diperlukan untuk membantu kapal besar melakukan manuver di pelabuhan yang ramai atau luas perairannya terbatas. Kapal tunda juga dipakai untuk menarik ponton yang tidak memiliki tenaga penggerak sendiri. Ponton biasanya digunakan untuk mengangkut  barang, kayu, hasil tambang seperti batu bara.
Oleh karena itu, meskipun kapal tunda memiliki ukuran yang kecil, tenaga tarik dan dorong yang dimilikinya cukup besar. Ketika KM Labobar yang saya tumpangi mendekati Pelabuhan Makassar, ada dua kapal tunda yang mendekati KM Labobar yakni TB Anoman II dan TB Selat Tanakeke. TB singkatan dari Tug Boat. Mereka membantu mendorong KM Labobar yang ukurannya beberapa kali lebih besar agar kapal penumpang ini bisa merapat di dermaga dengan aman.
Melihat kapal-kapal itu, saya teringat pada masa ketika saya masih kuliah dulu. Saya pernah ditugaskan untuk mendesain sebuah kapal tunda dengan tenaga 2 x 1000 horsepower. Ini merupakan tugas kuliah Perancangan Kapal 1. Saya sempat kebingungan untuk mengerjakan tugas itu. Untung saja ada buku referens yang sangat berguna berjudul Caldwell's Screw Tug Design. Akhirnya saya bisa merancang kapal tunda dengan baik berkat referens itu. Tanpa jasa kapal tunda, manuver kapal-kapal besar di pelabuhan yang ramai akan sangat sulit dilakukan. oleh Leo Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Truk Fuso Mengangkut Excavator Cat

Ketika kami meninggalkan Pelabuhan Makassar untuk berbelanja, ada beberapa orang Anak Buah Kapal sedang membersihkan lambung KM Labobar. Mereka mengenakan ketelpak biru tua. Peralatan yang dipakai untuk membersihkan kotoran yang menempel di lambung kapal terdiri dari sikat yang dipasang di tongkat panjang yang terbuat dari aluminium atau bambu. Kebersihan kapal merupakan hal yang penting untuk menciptakan kenyamanan berlayar bagi para penumpang. Di samping itu, kapal yang bersih akan terlihat lebih indah dan menarik. Ketika kami kembali ke pelabuhan, suasana di sana nampak lengang. Beberapa pengantar masih berdiri di pelabuhan. 
Sejumlah excavator bermerek Cat, Hyundai dan Hitachi yang diparkir di dermaga mulai diangkut menggunakan truk-truk Fuso yang berukuran besar. Sebenarnya excavator atau alat penggali tersebut bisa berjalan sendiri tapi geraknya yang lambat bisa menimbulkan kemacetan panjang di jalan raya. Di samping itu pula, excavator tidak menggunakan ban melainkan rantai dengan bilah-bilah besi untuk berjalan. Hal ini bisa berakibat pada rusaknya permukaan jalan aspal bila ia melewatinya. Excavator banyak digunakan dalam proyek-proyek konstruksi besar terutama untuk menggali tanah atau membuat parit besar. 
Cara truk Fuso mengangkut excavator cukup unik. Dengan menggunakan dua tiang besi yang dipanjangkan secara hidrolik, truk tersebut terangkat bagian depannya. Setelah bagian belakang truk tersebut mendekati lantai dermaga maka excavator akan bergerak maju secara perlahan untuk menaiki truk. Ada stiker yang menyerupai bendera Amerika dipasang di bagian depan truk Fuso ini. Padahal setahu saya Fuso adalah merek truk buatan sebuah perusahaan Jepang yang bernama Mitsubishi. Kota Makassar yang pesat perkembangannya pasti membutuhkan banyak alat berat sehingga berbagai proyek konstruksi yang dibutuhkannya bisa terlaksana dengan baik dan cepat. oleh Leo Roring/ Email: peace4wp@gmail.com

Menerobos Hiruk Pikuk kota Makassar

Kapal Labobar agak lama berada di Makassar. Oleh karena itu saya, dan Pak Franky Makatita - yang adalah teman satu kamar dalam perjalanan menuju Pulau Jawa, memutuskan untuk berbelanja di sebuah Department Store yang terletak di sekitar Jalan Latimojong. Suasana jalan raya dari pelabuhan hingga ke toko pakaian tersebut padat merayap terutama di daerah dekat pelabuhan. Banyak sekali kendaraan yang memadati jalan di sore hari. Sebagian warga kota Makassar baru saja pulang dari tempat kerja mereka. Dengan menumpang mobil Honda Jazz yang dikemudikan oleh temannya Pak Franky yang juga bekerja di PELINDO, kami perlahan-lahan menerobos hiruk pikuk kota Makassar itu. Kami lewat Jalan Sulawesi untuk menghindari kemacetan. Selanjutnya sedan kecil ini melaju di sepanjang Jalan Penghibur.  Agak lama berselang, saya melihat sebuah bangunan bertingkat yang bernama Restoran Bambuden I - mungkin di sana ada jual ikan bakar. Sayang sekali kami tidak mampir karena bukan itu tujuan kami. Ketika menulis cerita ini, saya mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Restoran Bambuden I. Mesin pencari Google memberikan jawaban yang mengagetkan. Menurut situs Tribunnews, Restoran Bambuden 1 ini mengalami kebakaran di sore hari pada 7 Juni 2012.
Akhirnya kami tiba di Department Store yang dimaksud. Saya membeli sepasang sandal dan Pak Franky membeli sebuah celana jeans bermerek Levis 501. Menurut Pak Franky hanya department store tersebut yang menjual celana Jeans Levis 501 di Makassar. Ternyata harganya lumayan mahal. Tapi karena kualitasnya bagus, Pak Franky tetap membelinya. Jalan Latimojong tempat toko itu berada tidak terlalu ramai. Ada beberapa tukang becak yang beristirahat di pinggir jalan. Para tukang becak semakin sulit untuk mempertahankan pekerjaannya karena warga kota lebih memilih naik sepeda motor atau mobil. Beberapa kali saya melihat orang naik sepeda di kota ini. Saya senang dengan pemandangan tersebut karena ternyata ada sejumlah warga kota Makassar yang tetap memakai kendaraan yang ramah lingkungan. Ada sebuah toko yang tak jauh dari department store yang saya kunjungi namanya American Modern Bakery. Toko itu cukup besar. Ini memberi petunjuk bahwa ada sebagian warga kota Makassar yang suka makan roti.
Meskipun sudah beberapa kali saya singgah di kota Makassar, sebenarnya saya tidak terlalu menguasai jalan-jalan di sana. Saya lebih sering transit di Bandara Hasanuddin atau di Pelabuhan Makassar. Secara umum, kota Makassar adalah kota yang terkemuka di Indonesia Timur dan merupakan kota perdagangan dan pendidikan. Setelah selesai berbelanja, kami kembali ke pelabuhan. Kalau saya ada kesempatan dan punya cukup uang, saya ingin menghabiskan waktu lebih lama di kota ini untuk menelusuri tempat-tempat wisatanya dan menuangkan beberapa cerita tentang kota Makassar di blog ini lagi. oleh Charles Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Wednesday, March 6, 2013

Pelabuhan Makassar

Masih berkaitan dengan posting saya sebelumnya tentang kapal-kapal di Selat Makassar, sekarang saya ingin melanjutkan lagi cerita tentang Pelabuhan Makassar. Ini adalah pelabuhan teramai di Indonesia Timur yang menjadi tempat persinggahan bagi berbagai jenis kapal baik yang berukuran besar maupun kecil penumpang. Kalau dilihat dari laut, terminal penumpang ada di sebelah kiri sedangkan terminal peti kemas ada di sebelah kanan. Crane pengangkat peti kemas berwarna biru, merah, dan kuning berjejer sepanjang dermaga siap melaksanakan tugasnya memuat dan membongkar kontainer dari kapal. Ada sebuah kapal barang (cargo ship) yang sandar di dermaga kontainer. Dengan fitur optical zoom yang ada pada kamera digital Nikon Coolpix P500, saya memperbesar gambar cargo ship tersebut dan mendapati bahwa nama kapal itu adalah Magnolia Star. Sebagian besar kapal yang berlabuh di perairan sekitar Pelabuhan Makassar dalam keadaan kosong. Hal ini mudah diketahui dari tinggi sarat air kapal-kapal barang tersebut yang kecil. Lambung kapal yang kosong mencuat dari dalam air laut. 
Dari atas geladak utama KM Labobar, saya bisa melihat excavator berbaris di dermaga. Sebagian masih baru. Excavator yang didominasi warna kuning itu bermerek Cat, Hitachi, JCB,, dan Hyundai. Hanyak merek JCB yang baru saya kenal. Setelah mencari tahu di Google, akhirnya saya mendapati bahwa JCB merupakan nama perusahaan multinasional pembuat alat barat yang berasal dari Inggris Raya. 
Pesatnya laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia mendorong naiknya kebutuhan akan alat-alat berat yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan berbagai proyek konstruksi baik untuk pembuatan jalan, bangunan, bendungan, jembatan maupun pelabuhan. Saya juga melihat alat berat lainnya seperti bulldozer dan loader di pelabuhan. oleh Charles Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Kapal-kapal di Selat Makassar

KM Labobar memasuki Selat Makassar di siang hari. Laut antara Kalimantan dan Sulawesi nampak lebih ramai dibandingkan laut di Papua dan Maluku. Kapal-kapal barang baik yang terbuat dari baja dan kayu sering dilewati atau berpapasan dengan KM Labobar yang saya tumpangi. Salah satu di antaranya adalah kapal kargo Mentari Sukses yang memuat beberapa kontainer di atas geladak utamanya dan sebuah mobil ambulans berwarna putih. Lambungnya berwarna hijau dan di cerobong asapnya ada tulisan MSP. Saat menulis cerita ini, saya mencoba mencari apa kepanjangan dari MSP. Om Google menjawab: Mentari Sejati Perkasa, sebuah perusahaan shipping yang bermarkas di Surabaya.
Di samping kapal kontainer, saya juga melihat kapal kayu yang digerakkan dengan mesin. Kapal ini juga bisa dikategorikan sebagai kapal barang meskipun tidak mengangkut kontainer yang umumnya dibawa oleh kapal-kapal baja. Ada ribuan pulau di nusantara sehingga kehadiran kapal kayu menjadi urat nadi perekonomian kampung-kampung pesisir dengan kota besar. Masyarakat Sulawesi dari selatan hingga utara adalah pelaut-pelaut ulung. Oleh karena itu, kapal-kapal kayu yang mereka buat masih terus melayari perairan nusantara. Meskipun kecil dan kalah modern dibanding kapal-kapal baja, kapal kayu tetap memegang peranan penting dalam menunjang perekonomian daerah-daerah pesisir Indonesia yang tidak dimasuki oleh maskapai pelayaran besar.
Sekitar jam 4 sore, bangunan-bangunan bertingkat dari kota Makassar mulai terlihat dari kejauhan. Perairan di sekitar pelabuhan dipadati oleh kapal-kapal barang yang sedang berlabuh. Dari kejauhan, sebuah kapal PELNI lainnya sedang sandar di Pelabuhan Makassar. Dengan menggunakan kamera digital Nikon Coolpix P500, saya memperbesar gambar kapal PELNI itu hingga terbaca nama KM Kerinci Sejak ratusan tahun yang lalu, bandar Makassar sudah dikenal sebagai tempat persinggahan bagi kapal-kapal dagang yang mencari rempah-rempah di bagian timur nusantara. Kini Makassar telah tampil sebagai kota yang modern dengan berbagai dinamika kehidupan masyarakatnya.
Selama berlayar dari Sorong ke Makassar, saya mendapat teman kamar yang baru bernama Bpk. Franky Makatita. Beliau adalah pegawai PELINDO Sorong. Bersama dengannya, saya berkeliling kota Makassar dan mengunjungi sebuah toko untuk membeli sepasang sandal. Makassar adalah salah satu pusat perdagangan dan pintu gerbang ke Indonesia Timur. oleh Charles Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com 

Tuesday, March 5, 2013

Merapat di Pelabuhan Sorong

Pelabuhan Sorong adalah pintu masuk utama bagi kapal-kapal yang berlayar ke Papua Barat. Kali ini, KM Labobar yang saya tumpangi akan meninggalkan Papua. Sorong adalah pelabuhan terakhir yang disinggahinya sebelum meneruskan perjalanan melewati kepulauan Maluku, Sulawesi dan akhirnya sandar di Tanjung Perak Surabaya. Bagi wisatawan asing, Sorong adalah kota yang dituju sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke Kepulauan Raja Ampat menggunakan kapal-kapal Phinisi yang akan mengantar mereka untuk menyelam di sana. Saya sudah sering berkunjung ke Sorong. Namun demikian, pengalaman saya di kota ini selalu menarik dan berbeda. Kota Sorong mengalami perkembangan yang cepat sekali sejalan dengan banyaknya kaum pendatang dari daerah-daerah lain di Indonesia yang menetap di tempat ini. Sayang sekali karena ledakan jumlah penduduk yang tinggi tersebut, penataan pemukiman atau tata kotanya menjadi sangat semrawut. 
Tak jauh dari Pelabuhan Sorong, ada sebuah pulau kecil yang bernama Pulau Dom. Pulau ini cukup padat penduduknya. Dulu Pemerintah Kolonial Belanda membangun kantor-kantor pemerintahan di pulau tersebut. Saya teringat ketika masih kecil pernah berenang di bagian selatan Pulau Dom bersama dengan teman saya yang bernama Dodi The.
Kapal Motor Labobar yang saya tumpangi ternyata merapat di Pelabuhan Sorong ketika hari sudah malam. Sayang sekali, saya tidak bisa mengambil banyak foto tentang Sorong dalam kondisi gelap. Yang jelas, banyak sekali buruh-buruh bagasi mengenakan kaos merah yang berbondong-bondong naik ke kapal. Sebagian lantai dermaga dikuasai kotak-kotak besi yang berwarna hijau. Kotak ini adalah kontainer yang dipakai oleh perusahaan pengapalan untuk mengirim berbagai macam barang dengan kapal. 
Nampak dari geladak utama, banyak orang yang ikut naik ke kapal. Dalam kondisi seperti ini para penumpang perlu waspada karena bisa saja ada barang bawaan mereka yang bisa tertukar atau sengaja diambil oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. 
KM Labobar hanya sebentar saja merapat di Pelabuhan Sorong, mungkin sekitar dua jam. Setelah itu kapal berangkat lagi. Jam makan pun tiba dan saya segera menuju ruang makan. Di dekat tangga, saya melihat penjaja makanan sedang sibuk melayani para penumpang yang datang untuk membeli dagangannya. Di dinding, nampak lukisan berukuran besar yang indah sekali. Banyak sekali masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada kapal-kapal PELNI. Oleh karena itu, sangatlah beralasan jika PELNI yang menjadi harapan dan kebanggaan masyarakat  Indonesia perlu kita jaga bersama. oleh Charles Roring

Sunday, March 3, 2013

Kamar Penumpang Kelas 1 di KM Labobar

Bagi Anda yang belum pernah naik kapal penumpang PELNI, mungkin Anda bertanya-tanya seperti apa bagian dalam kapal tersebut. Apakah mirip dengan RMS Titanic yang dibangun untuk mengantar penumpang menyebrangi Samudra Atlantik? RMS singkatan dari Royal Mail Steamer. Kapal uap pengantar surat. Karena waktu itu sebagian besar surat diantar dengan kapal cepat maka kapal penumpang di zaman mesin uap yang memakai singkatan tiga huruf RMS dipercaya pasti merupakan kapal canggih dan cepat.
Sepintas lalu, tata letak kapal-kapal penumpang pada umumnya tidak berbeda jauh satu sama lainnya. Namun KM Labobar tentu lebih canggih dan modern dibandingkan kapal penumpang Titanic yang sudah tenggelam tersebut. Hanya saja dari kualitas bahan interior mungkin saja Titanic lebih mewah. KM singkatan dari Kapal Motor. Dewasa ini, kapal-kapal penumpang modern digerakkan oleh motor diesel atau kombinasi motor diesel dan motor listrik untuk memudahkan manuver dan menghemat ruangan.
Interior Kamar
Malam itu saya tidur di kamar kelas 1B sendirian. Tidak ada penumpang lain sampai kapal tiba di Pelabuhan Sorong. Jadi saya bisa dengan leluasa memotret ruangan kamar kelas 1 KM Labobar ini. Meskipun tidak mewah, kamar kapalnya cukup modern dan bersih. Ada televisi dan lampu baca di setiap tempat tidur. Kasurnya cukup empuk. Sayang sekali, bantalnya sangat lunak.
Ada satu toilet yang disediakan untuk empat penumpang. Tombol pembilas kloset tidak berfungsi. Untung saja air untuk bilas masih bisa diambil dari wastafel atau keran yang tersedia di samping kloset. Saya cukup prihatin dengan kondisi kapal penumpang PELNI tersebut karena seharusnya berbagai fitur di dalam kapal harus dalam keadaan baik guna memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pelanggan. Di dekat pintu masuk ada lemari pakaian dan sebuah meja tulis. Di atas lemari pakaian tersebut, ada 4 pelampung yang bisa dipakai penumpang ketika kapal berada dalam keadaan darurat. Suasana kamar yang nyaman tersebut sangat berbeda dengan suasana di geladak kelas ekonomi atau ruang-ruang publiknya KM Labobar. 
Di bagian geladak sekoci, sampah plastik dan sisa makanan berseliweran di mana-mana. Meskipun tong-tong dan kantong penampung sampah sudah disediakan oleh petugas kebersihan di atas kapal, sebagian besar penumpang kurang memanfaatkannya. Mereka membuang sampah di lantai atau langsung ke laut. Hal ini sungguh memprihatinkan karena kapal ini dibeli dengan harga yang mahal sekali menggunakan uang dari rakyat Indonesia. 

Ruang Makan
Untuk menikmati makan pagi, siang dan malam, penumpang harus keluar dari kamar mereka dan berjalan kaki menuju ruang makan kelas 1. Menu yang disediakan di atas kapal memiliki cita rasa yang berbeda dibandingkan dengan menu yang umumnya kita nikmati di restoran-restoran di darat. Hal ini bisa dimaklumi karena koki yang bertugas di dapur harus memasak makanan untuk ratusan atau bahkan ribuan orang - baik penumpang maupun ABK (Anak Buah Kapal).
Air Conditioning
Seluruh ruang penumpang di dalam kapal dilengkapi dengan Air Conditioning system yang terpusat. Penumpang bisa mengatur volume pendingin ruangan yang ada di langit-langit ruangan. Ketika saya mencoba menyetelnya, ternyata pengaturnya sudah rusak.  Sebenarnya kapal ini belum terlalu tua karena dibangun pada tahun 2004. 
Tanggung Jawab Kita Semua
Sebagai salah seorang pengguna jasa pelayaran kapal PELNI saya hanya bisa menghimbau kepada para penumpang lainnya dan ABK agar bersama-sama menjaga kapal tersebut agar terus bisa berfungsi dengan baik.
Semoga kapal-kapal PELNI dapat terus berlayar mengarungi laut nusantara demi kemajuan masyarakat Indonesia. oleh Charles Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Saturday, March 2, 2013

Keselamatan Berlayar

Masih seputar cerita pelayaran saya ke Pulau Jawa, saya ingin bercerita sedikit tentang keselamatan dan keamanan penumpang saat berlayar. Kapal-kapal penumpang baik yang dimiliki oleh PT PELNI maupun perusahaan swasta lainnya sesuai dengan peraturan pemerintah, SOLAS (Safety of Life at Sea) dan biro klasifikasi pasti memiliki sejumlah peralatan keselamatan berlayar. Oleh karena itu, pada kapal-kapal besar, pelampung untuk setiap penumpang disediakan di setiap kamar kapal. Di bagian geladak, ada juga rakit dan sekoci yang bisa dipakai ketika kapal mengalami kecelakaan di laut.
Ketika naik KM Labobar, saya melihat bahwa semua yang saya sebutkan di atas ada di kapal. Namun demikian, keselamatan penumpang tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan peralatan penyelamat. Perilaku penumpang yang naik kapal juga harus sesuai dengan peraturan yang ada di atas kapal.
Gaya Jagoan
Pagi itu, saya berjalan di dermaga Manokwari menuju tangga naik ke KM Labobar. Menengadah ke kapal tersebut, saya melihat sejumlah penumpang yang duduk di dalam sekoci penyelamat. Hal tersebut sangatlah berbahaya karena mereka tidak seharusnya berada di sana. Meskipun jumlah penumpang yang naik sudah sangat banyak sekali, masuk ke dalam sekoci penyelamat tidak bisa dibenarkan karena sekoci bisa meluncur ke bawah.
Di samping itu, ada juga penumpang yang duduk-duduk di atas rakit penyelamat yang dipasang di luar pagar pengaman. Ini sering terjadi di dermaga. Anak-anak muda yang duduk di luar pagar bisa mengalami kecelakaan. Gaya jagoan anak muda yang duduk di sekoci kapal yang tergantung seperti yang nampak pada foto perlu ditindak oleh petugas keamanan. Sebenarnya para anak muda ini sudah tahu bahwa mereka dilarang duduk di tempat-tempat yang berbahaya. Oleh karena itu, jika mereka ditindak oleh petugas kapal maka tidak ada alasan untuk melawan.
Jatuh dari Kapal
Sudah berulang kali penumpang jatuh dari tepi kapal ke lantai dermaga atau ke laut. Namun hal tersebut nampaknya dengan mudah dilupakan semua pihak. Mungkin kita terlalu percaya diri bahwa kita adalah keturunan pelaut-pelaut ulung. Kebanyakan orang yang jatuh dari kapal bukan disebabkan oleh adanya kelemahan dalam desain kapal tetapi karena penumpang yang ceroboh dan mengabaikan begitu saja larangan duduk atau berdiri di luar pagar kapal.
Akhirnya Kapal Berangkat
Setelah menunggu selama 2 jam lebih, akhirnya KM Labobar berangkat. Ada banyak cerita yang akan saya bagikan kepada para pembaca selama pelayaran saya di atas kapal. Semoga cerita dari laut ini bisa menghibur anda. oleh Charles Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

Telkomsel ada di tengah Laut

Sudah lama sekali saya tidak berlayar. Akhirnya saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke kota Surabaya. Dari Manokwari, saya naik KM Labobar yang dioperasikan oleh Maskapai Pelayaran Nasional Indonesia (PT PELNI). Sore itu, suasana di pelabuhan Manokwari cukup ramai. Banyak sekali para penumpang dan pengantar yang lalu-lalang di dermaga. Saya berangkat ke Jawa bulan Desember satu hari setelah natal, jadi wajar kalau jumlah penumpang cukup membludak. Banyak orang yang hendak mudik natal dan tahun baru. Saya sengaja membeli tiket kelas 1 supaya bisa menulis sambil berlayar.
Bisa Menelpon dari Tengah Lautan
Setelah naik dan menaruh tas di kamar, saya mulai berkeliling deck utama kapal untuk melihat-lihat. Ternyata mendekati bagian buritan, terpampang iklan Telkomsel. Isinya merupakan kejutan baru buat saya. Para penumpang kapal ini sudah bisa berkomunikasi dengan keluarga mereka saat kapal sedang berada di tengah laut, cukup dengan membeli kartu AS. Bila pulsanya habis maka bisa diisi kembali menggunakan fasilitas M-Kios yang ada di atas kapal tersebut. Mungkin info ini sudah lama tapi terbilang baru buat saya. 
Nampaknya ketersediaan sarana telekomunikasi di KM Labobar ini bisa ditemukan pula di atas kapal-kapal penumpang lainnya yang dioperasikan oleh PT PELNI. Ini adalah kemajuan dan saya pikir sangat dibutuhkan oleh penumpang yang ingin sekali berbicara dengan keluarga mereka yang sedang berada di darat. Selain kartu As, pemilik kartu Halo dan SIMPATI juga bisa menelpon sanak-saudara mereka dari tengah lautan. Perkembangan menarik ini perlu disambut oleh seluruh rakyat Indonesia karena sekarang tidak hanya di darat saja kita bersatu tetapi juga di laut. Pasti ini adalah upaya PELNI untuk tetap memberikan pelayanan maksimal kepada pelanggannya. Di tengah-tengah meningkatnya suhu persaingan dalam jasa transportasi, PELNI harus bekerja ekstra keras menghadapi banyaknya maskapai penerbangan yang menawarkan tiket murah untuk destinasi-destinasi yang sama.
Kualitas Pelayanan dan Kebersihan
Kapal-kapal penumpang PELNI adalah kapal yang mahal dan canggih. Hampir semuanya dibangun di Jerman. Untuk tetap bisa bertahan di dunia jasa transportasi, PELNI harus mampu menjaga kualitas pelayanan dan keamanan penumpang yang baik serta kebersihan kapal. Peran PELNI dalam pembangunan masyarakat pesisir Indonesia sangatlah penting. oleh Charles Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com